Datang ke Unizar, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi NTB Memberi Kuliah Umum kepada Mahasiswa Fakultas Hukum
UNIZAR NEWS, Mataram – Universitas Islam Al-Azhar dikunjungi tamu istimewa. Pasalnya, pada hari ini, Sabtu (02/07), diselenggarakan Kuliah Umum bagi mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Al-Azhar (Unizar) tentang Penerapan Keadilan Restorative dalam Putusan Pengadilan. Hadir sebagai narasumber utama yakni Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat, Dr. Lilik Mulyadi, SH., MH. Bertempat di Gedung Teater Unizar, kuliah umum dimulai tepat pukul 09.00 WITA. Tidak kurang dari tujuh puluh (70) mahasiswa mengikuti kuliah umum tersebut.
Berkesempatan hadir dalam kuliah umum tersebut yakni Wakil Rektor I Unizar: Dr. Drs. Sahar, SH., MM; Wakil Rektor III Unizar: Fathurrahman, SE., M.Ak; Dekan Fakultas Hukum Unizar: Dr. Ainuddin, SH., MH; Sekretaris Badan Penjaminan Mutu (BPM) Unizar: Baiq Diah Fitasari, S.Si., M.Sc; Kepala Biro Humas dan Kerjasama: Dr. Ari Wahyudi, SH., MH; Kepala Biro Kemahasiswaan: Ika Yuliana Susilawati, SH., MH; segenap Dekan Unizar, para pejabat struktural di lingkungan FH Unizar; dan tentu saja para mahasiswa FH Unizar.
Dalam sambutannya, Wakil Rektor I Unizar, Dr. Drs. Sahar, SH., MM, menyampaikan salam dari Rektor Unizar yang berhalangan hadir dalam acara kuliah umum tersebut, dikarenakan sedang mengikuti acara pisah-sambut Kepala LLDIKTI (Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi) Wilayah VIII di Bali.
“Salam dari Bapak Rektor Unizar yang berhalangan hadir dalam acara kuliah umum ini. Beliau sedang menghadiri acara pisah-sambut Kepala LLDIKTI Wilayah VIII di Denpasar. Tema kuliah umum ini sangat baik bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa Fakultas Hukum. Saya sangat mengapresiasi tindakan kerjasama yang dilakukan oleh Fakultas Hukum dengan PengadilanTinggi. Hal seperti ini adalah kewajiban institusi untuk bekerja sama dengan seluruh instansi terkait dalam rangka akreditasi. Ini adalah hal yang wajib, fardhu ain. Dan saya mendorong seluruh Dekan untuk menjalin kerjasama dengan berbagai pihak. Namun, tidak berhenti hanya di kerjasama, tapi juga menindaklanjutinya. Kuliah umum ini adalah bentuk tindak lanjut dari MoU yang telah ditandatangani sebelumnya,” ujar Wakil Rektor I Unizar.
Dr. Sahar juga mengingatkan kepada para mahasiswa FH Unizar bahwa ilmu yang didapatkan di bangku kuliah bisa berbeda dengan yang ada di masyarakat dan di pengadilan. Oleh karenanya, beliau berharap agar seluruh peserta yang hadir memperhatikan dengan sungguh-sungguh apa yang disampaikan oleh narasumber.
Dekan Fakultas Hukum Unizar menyampaikan dalam sambutannya bahwa sistem hukum di negara kita telah memasuki babak baru.
“Kita memahami bahwa sistem hukum di Indonesia memasuki babak baru. Sistem hukum selalu dinamis dan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Dulu, penerapan hukum pidana adalah hal yang sangat mutlak, sehingga mengabaikan kearifan lokal. Padahal masyarakat Indonesia menginginkan penyelesaian yang damai. Dan sebenarnya, jiwa dari nilai-nilai yang ada dalam keadilan restorative ada di tengah masyarakat kita, ujar Dr. Ainuddin.
Beliau juga mengungkapan kekagumannya kepada narasumber yang telah menulis begitu banyak buku.
“Dr. Lilik Mulyadi dilantik sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi NTB kurang lebih satu bulan lalu. Beliau menulis empat puluh lima (45) buku yang berbeda dan bukunya banyak saya beli. Artinya, dari sisi kompetensi dan sebagai praktisi, beliau merupakan sumber daya manusia di tengah-tengah kehakiman yang diharapkan bisa memajukan sistem peradilan di Indonesia,” tambahnya.
Membuka kuliahnya, Dr. Lilik Mulyadi, menyampaikan bahwa dulu beliau bercita-cita menjadi seorang dosen.
“Ketika saya diminta menjadi narasumber di Unizar, saya seakan terlahir kembali dalam lautan ilmu pengetahuan. Dulu, cita-cita saya adalah menjadi seorang dosen. Di MA (Mahkamah Agung, red) bahkan saya dikenal bukan sebagai hakim, tapi justru sebagai dosen,” ujarnya.
Beliau menyampaikan bahwa keadilan restorative justru digali dari bumi Indonesia. Keadilan restorative memiliki arti bahwa dalam proses tersebut melibatkan semua pihak terkait, memperhatikan kebutuhan korban, ada pengakuan tentang kerugian dan kekerasan, reintegrasi dari pihak-pihak terkait ke dalam masyarakat, dan memotivasi serta mendorong para pelaku untuk mengambil tanggung jawab.
“Keadilan restorative ini justru digali dari bumi Indonesia. Ada peradilan gampong di Aceh, ada lembaga begundem di Lombok, ada pela gandong di Ambon. Kesemuanya itu adalah manifestasi dari peradilan restorative di Indonesia, namun kemudian kita terpana setelah sistem ini muncul dari luar negeri. Ada yang menganggap bahwa peradilan restorative adalah peradilan yang tertinggal dan kuno. Namun, sekarang peradilan ini disebut peradilan yang progresif,” ungkap alumni Universitas Udayana (S1 dan S2) dan Universitas Padjadjaran (S3) ini.
Penulis buku “Bunga Rampai Hukum Pidana Umum dan Khusus” ini juga menegaskan bahwa ada perbedaan pandangan setiap negara terkait peradilan restorative di dunia. Swedia adalah Negara yang menerapkan Dual Track Restorative, yang sistem Peradilan Pidananya berjalan bersama dengan Peradilan Restorative. Di Indonesia, keadilan restorative baru ada dalam sistem peradilan pidana.
Para mahasiswa Fakultas Hukum Unizar pun tampak semangat mengikuti kuliah umum ini. Banyak pertanyaan yang terlontar dari para mahasiswa. Namun, tentu saja hanya beberapa pertanyaan yang bisa diajukan mengingat adanya keterbatasan waktu. Diantara pertanyaan-pertanyaan tersebut diantaranya terkait dengan pentingnya membuat perjanjian kerjasama, bagaimana perlindungan anak dalam peradilan restorative, dan hierarki Perma (Peraturan Mahkamah Agung) dalam perundang-undangan. (Adi Prayuda/Humas)