Fenomena “Male Order Bride” dan Panggilan Moral Dunia Akademik: Catatan Kritis Dekan FH UNIZAR dari Beijing

Dr. Ainuddin, SH., MH, Dekan Fakultas Hukum UNIZAR, saat sedang berada di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing, pada Rabu (01/07/25)

UNIZAR NEWS, Beijing – Dalam kunjungan akademiknya ke China University of Political Science and Law (CUPL) pada Selasa (1/7/25), Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar (FH UNIZAR), Dr. Ainuddin, S.H., M.H., menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap maraknya fenomena “Male Order Bride” – praktik perjodohan lintas negara yang seringkali menjerumuskan perempuan Indonesia ke dalam hubungan pernikahan yang tidak adil dan sarat persoalan hukum. Isu ini semakin relevan mengingat beberapa korban berasal dari daerah seperti Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), yang dinilai rentan karena faktor ekonomi dan minimnya literasi hukum.

Dalam dialog dengan perwakilan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing, Dr. Ainuddin menggarisbawahi bahwa praktik perjodohan melalui agen – baik di Indonesia maupun di Tiongkok – telah menimbulkan banyak aduan. Perempuan Indonesia dijanjikan akan menikah dengan “pengusaha sukses” atau pria mapan, namun kenyataan yang mereka temui sangat berbeda. Banyak yang harus tinggal di pelosok, hidup dengan pasangan yang bekerja serabutan, dan menghadapi ketimpangan komunikasi serta perlakuan yang tidak manusiawi.

Ironisnya, sebagian besar perempuan tersebut berangkat dengan harapan akan hidup lebih baik, namun justru terjebak dalam situasi penuh ketidakpastian.

“Kami menerima informasi bahwa banyak dari mereka bahkan hanya menerima sebagian kecil dari ‘mahar’ yang dijanjikan, sisanya dipotong agen. Setelah menikah, banyak yang mengalami kekerasan atau ketidakcocokan, namun tidak punya akses atau perlindungan hukum untuk kembali ke tanah air,” ungkap pihak KBRI dalam diskusi.

Menurut Dr. Ainuddin, sudah saatnya agen perjodohan bertanggung jawab secara hukum jika terbukti menyesatkan atau memberikan informasi palsu kepada warga negara Indonesia. Ia menegaskan bahwa perlindungan hukum terhadap perempuan harus dimulai dari proses awal, bukan menunggu hingga korban terlantar di negeri orang.

“Jika fenomena ini tidak ditangani secara struktural, kita bukan hanya berhadapan dengan masalah individu, tetapi dengan isu sosial-transnasional yang berpotensi memperburuk citra bangsa dan mengancam keamanan warga negara,” tegasnya.

Sebagai bentuk kontribusi nyata terhadap perlindungan warga negara, Fakultas Hukum UNIZAR akan menjalankan sejumlah langkah strategis, antara lain: Sosialisasi hukum migrasi, pernikahan internasional, dan literasi hukum digital kepada masyarakat NTB, khususnya perempuan muda di wilayah pedesaan; penyelenggaraan seminar kolaboratif bersama instansi pemerintah daerah, Kementerian Luar Negeri, Imigrasi, dan organisasi perempuan untuk memperluas pemahaman masyarakat tentang hak dan risiko pernikahan lintas negara; dan advokasi regulasi lokal dan MoU pencegahan praktik perjodohan ilegal, khususnya dari daerah pariwisata seperti Lombok yang kerap menjadi sasaran agen jodoh internasional.

Dr. Ainuddin juga mengusulkan pembentukan sistem “early warning legal education” di desa-desa sebagai mekanisme pencegahan dini. Kerja sama antara perguruan tinggi, Kemenlu, dan lembaga pemangku kepentingan diharapkan mampu menciptakan benteng hukum bagi masyarakat lokal.

“Isu ini bukan hanya masalah pribadi perempuan-perempuan korban, tapi sudah menjadi panggilan akademik dan moral kita sebagai lembaga hukum untuk mencegah kolonialisme gaya baru lewat ikatan domestik yang menyesatkan,” pungkasnya.

Kerja sama internasional yang dilakukan FH UNIZAR bersama CUPL Beijing dan KBRI diharapkan tidak berhenti pada diskusi, tetapi berlanjut pada implementasi nyata dalam bentuk dialog hukum internasional yang responsif terhadap realitas sosial.

Dalam dunia global yang terus terhubung, hukum tidak boleh datang terlambat. Ia harus hadir saat masyarakat sedang menimbang pilihan hidup, dan menjadi cahaya penuntun menuju kehidupan yang lebih aman, adil, dan bermartabat. Melalui langkah ini, UNIZAR tidak hanya membangun akademik yang unggul, tetapi juga perisai sosial bagi warga negaranya – dari NTB untuk dunia. (Asmadi/Humas)