UNIZAR NEWS, Mataram – Fakultas Teknik Universitas Islam Al-Azhar (UNIZAR) menggelar Focus Group Discussion (FGD) Finalisasi Kurikulum Berbasis Outcome Based Education (OBE) untuk Program Studi Ilmu Komputer, pada hari Kamis-Jumat, 30-31 Januari 2025. Acara ini berlangsung di Ruang Rapat GA8 Rektorat UNIZAR dan menghadirkan berbagai pakar di bidang teknologi dan keamanan siber, termasuk perwakilan dari Polda NTB, Parinong Kusuma Jaya.
Parinong Kusuma Jaya, yang lahir di Barajulat pada 28 Desember dan saat ini bekerja di Polda NTB, membahas pentingnya ilmu komputer dalam forensik kepolisian, khususnya dalam analisis digital. Menurutnya, analisis komputer sangat dibutuhkan dalam menghadapi serangan siber.
“Ketika terjadi serangan siber, langkah awal yang dilakukan sangat krusial. Jika kita tidak mengetahui prosedur yang benar, maka bukti-bukti digital sangat rentan mengalami kerusakan atau bahkan hilang. Dalam konteks politik dan hukum, bukti digital yang hilang dapat berdampak serius terhadap jalannya investigasi,” ujarnya.
Oleh karena itu, keterampilan dasar dalam keamanan siber menjadi kebutuhan yang tidak bisa diabaikan. Hampir semua aspek kehidupan saat ini dikelilingi oleh teknologi, sehingga penting bagi para profesional di bidang ini untuk memahami langkah-langkah awal dalam mengamankan perangkat yang terdampak serangan siber.
Dalam diskusi tersebut, Parinong juga menjelaskan bahwa untuk menjadi ahli di bidang digital forensik, seseorang perlu memiliki sertifikasi khusus. Selain komputer forensik, ada cabang lain seperti mobile forensic, yang membutuhkan peralatan dan perangkat lunak khusus dengan harga yang sangat mahal.
“Minimal, seseorang yang ingin terjun ke bidang ini perlu memiliki sertifikasi komputer forensik yang lebih terjangkau dan dapat diperoleh baik secara lokal maupun internasional,” tambahnya.
Tantangan lain dalam investigasi digital forensik adalah kurangnya tenaga ahli. Kejahatan siber berkembang pesat dan semakin kompleks. Banyak kejahatan bersifat transnasional, dengan pelaku yang berada di satu wilayah tetapi menargetkan korban di wilayah lain. Hal ini menyulitkan penegak hukum dalam mengidentifikasi dan menangkap pelaku.
Selain itu, keterbatasan alat forensik juga menjadi kendala utama. Tidak semua Polda memiliki peralatan yang memadai, sehingga kerja sama antarlembaga menjadi sangat penting dalam menangani kasus-kasus siber.
Seiring dengan berkembangnya kebutuhan tenaga ahli di bidang digital forensik, Parinong menyampaikan bahwa ada peluang kerja sama antara Polda NTB dan UNIZAR, khususnya dalam pengembangan riset dan pelatihan. Mahasiswa Ilmu Komputer dapat terlibat dalam penelitian terkait modus-modus baru dalam kejahatan siber, serta mengembangkan inovasi untuk mencegahnya.
“Mahasiswa bisa melakukan riset terkait malware, menganalisis cara kerjanya, serta melacak bagaimana data dikirimkan oleh malware tersebut. Selain itu, peluang kerja sama dalam bentuk magang juga bisa dipertimbangkan,” jelasnya.
Diskusi ini menegaskan pentingnya integrasi kurikulum berbasis OBE dalam menciptakan tenaga ahli digital forensik yang siap bekerja. Dengan meningkatnya ancaman kejahatan siber, kebutuhan akan tenaga profesional di bidang ini semakin mendesak. Melalui kerja sama antara akademisi dan penegak hukum, diharapkan dapat lahir generasi baru yang mampu menghadapi tantangan digital forensik dengan kompetensi yang mumpuni. (Asmadi/Humas)