UNIZAR NEWS, Mataram – Diskusi inspiratif mengenai Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang dipandu oleh Dr. Faturrahman, S.Pt., M.Si., seorang Reviewer Nasional, berlangsung di Aula Abdurrahim Universitas Islam Al-Azhar (UNIZAR), pada Rabu (12/03/25). Dalam kesempatan ini, ia membagikan wawasan penting mengenai tahapan dan kriteria utama dalam penilaian proposal PKM, serta kendala yang kerap dihadapi mahasiswa dalam penyusunan proposal.
Dalam wawancara eksklusif dengan Staf Humas dan Publikasi UNIZAR, Dr. Faturrahman menekankan bahwa proses penilaian proposal PKM terdiri dari dua tahap utama, yakni evaluasi administratif dan substansi. “Penilaian administratif mencakup aspek format seperti margin, spasi, ukuran huruf, dan kelengkapan proposal. Ini sering menjadi kendala utama karena banyak mahasiswa kurang teliti dalam mengikuti aturan format,” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa banyak proposal berkualitas tinggi harus tersingkir di tahap awal hanya karena kesalahan administratif yang seharusnya bisa dihindari.
Sementara itu, pada tahap substansi, kreativitas, orisinalitas, dan keunikan gagasan menjadi faktor penentu utama. “Sayangnya, banyak mahasiswa yang tidak membaca buku pedoman terbaru, hanya meniru format proposal sebelumnya tanpa memperhatikan perubahan yang ada. Padahal, setiap tahun buku pedoman PKM diperbarui,” jelasnya. Akibatnya, sekitar 60-70% proposal gagal lolos ke tahap substansi bukan karena idenya kurang baik, melainkan karena tidak sesuai format.
Dalam sesi evaluasi terhadap lima proposal yang dikaji, Dr. Faturrahman mengungkapkan bahwa secara substansi, proposal tersebut sudah cukup baik. Namun, ia menyoroti bahwa kesalahan dalam format dan administrasi masih menjadi permasalahan utama. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya memastikan topik yang diajukan benar-benar unik dan tidak banyak ditemukan padanannya di internet. “sebagai pembina dan pelatih, tugas kita adalah mendesain ulang judul dan isi atau substansi proposal agar lebih segar dan berbeda dari yang sudah ada,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia memberikan contoh konkret dari PKM bidang kewirausahaan. “Misalnya, ada produk inovatif seperti GEBUL (Gelas Bambu Lombok). Konsepnya sudah bagus, tetapi kurang menonjolkan unsur etnik Sasak. Dengan menambahkan unsur budaya khas daerah, produk tersebut menjadi lebih unik dan memiliki nilai jual lebih tinggi,” terangnya.
Sebagai langkah strategis, ia menekankan bahwa sebelum mengajukan proposal, mahasiswa dan pendamping wajib membaca kembali buku pedoman terbaru agar dapat menyesuaikan proposal dengan aturan yang berlaku. “Setiap tahun selalu ada revisi dalam buku pedoman. Oleh karena itu, penting untuk terus memperbarui pemahaman agar proposal yang diajukan memenuhi standar yang ditetapkan,” pungkasnya.
Diskusi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas proposal PKM mahasiswa UNIZAR, sehingga lebih banyak yang berhasil lolos hingga tahap pendanaan dan implementasi. (Asmadi/Humas)