email : mail@unizar.ac.id

Potensi Riset Kolaborasi untuk Kemajuan NTB: Catatan dari Sharing Session di UNIZAR

Mardyanto Wahyu Tryatmoko, Ph.D., Kepala Pusat Riset Pemerintahan Dalam Negeri (PRPDN)-BRIN, saat berada di UNIZAR, pada Kamis (16/01/25)

UNIZAR NEWS, Mataram – Universitas Islam Al-Azhar (UNIZAR) menjadi tuan rumah dalam kegiatan sharing session bertajuk “Potensi Riset Kolaborasi” pada Kamis, 16 Januari 2025. Acara yang berlangsung di Aula Abdurrahim UNIZAR ini menghadirkan dua pembicara utama: Mardyanto Wahyu Tryatmoko, Ph.D., Kepala Pusat Riset Pemerintahan Dalam Negeri – Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRPDN-BRIN) dan Suci Emilia Fitri, MPA., Koordinator Program dan Anggaran PRPDN-BRIN. Hadir pada acara bergengsi tersebut, yakni para Kepala BRIDA (Badan Riset dan Inovasi Daerah, red) dan BAPPERIDA (Badan Perencanaan Pembangunan RIset dan Inovasi Daerah, red) se-Nusa Tenggara Barat.

Dalam wawancara eksklusif, Mardyanto Wahyu Tryatmoko, Ph.D menyoroti pentingnya penguatan ekosistem inovasi di NTB. “Langkah strategis kolaborasi riset sudah banyak dilakukan. Universitas Islam Al-Azhar, sebagai mitra strategis, telah terlibat dalam berbagai penelitian, termasuk di sektor pariwisata. Namun, kami juga memperluas kerja sama dengan lembaga lain, seperti BRIDA dan BAPPERIDA se-NTB,” ujar Mardyanto.

Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah rendahnya capaian pada dua pilar Indeks Daya Saing Daerah (IDSD), yaitu infrastruktur dan kapabilitas inovasi. “Terkait infrastruktur, memang ada banyak sekali aspeknya. Namun, yang jelas dari sisi infrastruktur publik, misalnya, adalah penyediaan air bersih. Kemudian, meskipun beberapa jalan sudah bagus, masih ada beberapa sektor penting yang perlu diperhatikan. Pilar kapabilitas inovasi rendah karena proses pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) belum optimal. Ini menjadi prioritas untuk ditingkatkan guna memperbaiki peringkat daya saing daerah,” tambahnya.

Untuk mengatasi tantangan pendanaan riset, Mardyanto menyebutkan potensi cost sharing atau pendanaan bersama sebagai solusi inovatif. “Pendanaan menjadi problem ke depan, tetapi kita tidak putus asa karena ada beberapa alternatif yang bisa ditempuh. Seperti yang saya sampaikan, kalaupun tidak ada anggaran yang cukup, misalnya dari Pemda atau kesulitan proposal BRIN yang terlalu ketat kompetisinya, salah satu alternatifnya adalah menggunakan cost sharing atau pendanaan bersama. Tentu ini masih memungkinkan karena di dalam BRIN sendiri ada program yang membuka peluang kerja sama yang lebih besar,” jelasnya.

Lalu Suryadi, S.P., MM., Plt. Kepala BRIDA NTB, saat ditemui di UNIZAR, pada Kamis (16/01/25)

Lalu Suryadi, S.P., MM., Plt. Kepala BRIDA NTB, juga menegaskan pentingnya riset berbasis kebutuhan daerah untuk mendorong efisiensi dan efektivitas pembangunan di NTB. “Riset yang kami dorong adalah riset berbasis kebijakan (policy-based research),” kata Lalu Suryadi. “Jika sudah berbasis kebijakan, hasilnya wajib dan harus bisa digunakan untuk kebutuhan daerah, baik untuk penyusunan kebijakan pembangunan atau berupa produk-produk. Jika tidak sesuai, kita hentikan dulu dan arahkan kembali. Bagaimanapun, orang yang mengajukan proposal riset biasanya sudah menentukan arah dalam proposalnya. Namun, jika saat evaluasi proposalnya tidak sesuai, kita minta untuk disesuaikan terlebih dahulu sebelum kita buatkan SK. Ini adalah cara kita untuk mengarahkan,” tambahnya. Menurutnya, riset harus diarahkan untuk menjawab persoalan nyata seperti stunting dan kemiskinan, serta mengoptimalkan potensi daerah, seperti pertanian dan pariwisata.

Suryadi juga mengingatkan bahwa riset tidak boleh berakhir hanya sebagai dokumen di perpustakaan. “Saya selalu menyampaikan bahwa riset yang kita lakukan jangan hanya berakhir menjadi buku yang disimpan di perpustakaan. Kita dorong agar riset kita menghasilkan hal-hal yang bisa dimanfaatkan langsung, seperti produk atau teknik pelaksanaan yang efisien, sehingga hasil riset dapat berguna langsung bagi masyarakat. Ini juga berlaku di kampus-kampus,” tegasnya.

Kolaborasi riset yang melibatkan perguruan tinggi, BRIDA, dan lembaga riset masyarakat menjadi fokus diskusi. “Berkaitan dengan kegiatan riset, kita lebih mendorong agar riset dilakukan secara kolaboratif. Dalam riset kolaboratif ini, melibatkan BRIDA, perguruan tinggi, dan lembaga-lembaga riset. Hal ini penting karena jika hanya perguruan tinggi yang terlibat, cara berpikirnya mungkin sangat akademis. Namun, dengan adanya BRIDA, ada unsur birokrasi, dan jika ada lembaga-lembaga penelitian dari masyarakat, pandangan masyarakat terhadap persoalan tersebut juga menjadi penting. Dengan demikian, riset menjadi lebih komprehensif,” tutup Lalu Suryadi.

Sharing session ini membuka peluang kolaborasi yang lebih luas antara UNIZAR, BRIDA, dan lembaga terkait di NTB. Penguatan riset dan inovasi melalui pendekatan multi-helix menjadi langkah strategis untuk membangun daerah yang lebih kompetitif, inovatif, dan inklusif. Dengan semangat kolaborasi, hasil riset diharapkan tidak hanya menjadi kontribusi akademik, tetapi juga mampu menghadirkan solusi konkret bagi pembangunan NTB. (Asmadi/Humas)