Rektor Paramadina Beri Kuliah Umum tentang Ekonomi Pasca Pandemi kepada Ratusan Mahasiswa dan Dosen Unizar
UNIZAR NEWS, Mataram – Sabtu (17/9), Gedung Teater Ahmad Firdaus Sukmono Universitas Islam Al-Azhar (Unizar) dipenuhi ratusan mahasiswa dan dosen. Pasalnya, agenda pada pagi hari ini di gedung tersebut adalah kuliah umum terkait ekonomi pasca pandemi covid-19. Kuliah umum yang sangat menarik ini dibawakan langsung oleh Rektor Paramadina, Prof. Didik Junaidi Rachbini, M.Sc., Ph.D. Alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Central Luzon State University (Filipina) ini hadir bersama sang istri, Prof. Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc., dan tim dari Paramadina.
Tepat pukul 10.00 Wita, dimulailah acara Kuliah Umum: Ekonomi Pasca Pandemi, dengan terlebih dahulu seluruh peserta menyanyikan dengan penuh khidmat lagu Indonesia Raya, Hymne Unizar, dan Mars Unizar. Rektor Unizar, Dr. Ir. Muh. Ansyar, MP, dalam sambutannya, mengungkapkan rasa syukurnya karena akhirnya bisa bertatap muka langsung dengan Prof. Didik Junaidi.
“Prof. Didik Junaidi adalah seorang ekonom dengan pemikiran-pemikiran yang luar biasa. Ini adalah kesempatan yang berharga. Akhirnya saya pun bisa bertatap muka langsung dengan Prof. Didik. Selama ini hanya bertemu melalui youtube dan zoom saja. Jadi, kami sering bertemu melalui zoom, setiap Ahad malam, berdiskusi tentang berbagai tema, sesuai dengan kebutuhan.”
Setelah mengakhiri sambutannya, Rektor Unizar membuka secara resmi kuliah tamu yang diawali dengan acara penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Universitas Paramadina dan Universitas Islam Al-Azhar.
Penandatanganan MoU antara Unizar dan Universitas Paramadina ini tentu untuk memperkuat Tri Dharma Perguruan Tinggi diantara keduanya. Dan Kuliah Umum ini merupakan bentuk implementasi langsung dari MoU yang ditandatangani sebelumnya.
Memulai kuliah umumnya, Prof Didik mengungkapkan kepada seluruh peserta yang hadir bahwa beruntung sekali menjadi penduduk di Pulau Lombok ini.
“Bersyukur sekali menjadi penduduk di Pulau Lombok. Di tanah yang seindah ini,” ujar pria kelahiran 2 September 1960 ini.
Prof. Didik pun menjelaskan bahwa ekonomi Indonesia pasca pandemi ini sudah bangkit, tapi masih ketinggalan dibandingkan Korea.
“Sekarang, ekonomi kita sudah bangkit, tapi belum bangkit seperti Korea. Waktu saya SD, sekitar tahun 1967-1968, pendapatan per kapita di Indonesa $150 – $200. Sekarang berapa pendapatan per kapita penduduk Indonesia? $4.000. Di tahun yang sama, ketika saya SD, pendapatan per kapita penduduk Korea sekitar $200, mirip dengan di Indonesia, tapi sekarang berapa? $33.000. Sama-sama bangkit. Indonesia bangkit juga, tapi masih ketinggalan jauh dari Korea,” jelas Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI masa bakti 2004-2009 ini.
Ada 3 (tiga) poin penting dalam Kuliah Umum yang disampaikan Prof. Didik, yakni Ekonomi di dalam Pandemi, Transformation, dan Green Economy. Ketika membahas ekonomi di dalam pandemi, dipaparkan dengan berbagai data bahwa banyak sekali program pengeluaran sosial dari pemerintah, seperti Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, Diskon Listrik, Bantuan Sosial Tunai, BLT Desa, Subsidi Kuota Internet, Kartu Prakerja dan Bantuan Subsidi Upah, Bantuan Beras Bulog, dan Kartu Sembako PPKM. Dari begitu banyak program pemerintah tersebut, ekonomi memang mulai bergerak, tetapi belum merata. Yang masih belum pulih 100% yaitu industri Tekstil, Hotel, dan Airline.
Prof. Didik juga memaparkan opininya terkait program pemerintah saat pandemi melanda negara. “Pemerintah memang memiliki banyak program, tapi kurang memiliki prioritas program yang produktif,” ungkapnya.
Salah satu solusi transformasi yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan ini adalah menggunakan strategi kebalikan dari konsep Creative Destruction – Joseph Schumpeter. Bagaimana caranya? Solusi digitalisasi dipercepat, teknologi diubah ke arah ramah lingkungan. Ketika proses produksi hancur lebih awal sebelum teknologi baru hadir, maka segera lakukan transformasi menemukan teknologi baru yang menggantikan teknologi lama. E-commerce pun harus segera dilakukan menggantikan transaksi yang lama.
Peluang baru pun tentu bermunculan terkait dengan digitalisasi ini. Salah satunya adalah di sektor revolusi data. Sekarang ini, seluruh aspek kehidupan terkait dengan data digital perlu disimpan di penyimpanan digital atau cloud storage. Dengan kondisi tersebut, tentu banyak peluang yang muncul bila kita jeli melihat kebutuhan konsumen/market.
Green Economy menjadi tema yang tidak kalah pentingnya dalam pemaparan Kuliah Umum ini. Dalam materi presentasi kuliah umum Prof. Didik, disajikan data bahwa sekitar 90% energi listrik Indonesia berasal dari energi tidak terbarukan dan tidak begitu mudah mentransformasikannya. Per tahun 2020, pembangkit listrik berbahan bakar fosil di Indonesia mencapai 55.216 MW (87,4%). Batu bara menyumbang 31.827 MW (50,4%). Itu yang menjadikan batu bara sebagai salah satu komoditas andalan Indonesia. Namun, jika dilakukan audit chain of custody (sebuah prosedur untuk secara kronologis melakukan dokumentasi terhadap suatu barang, serta pencatatan interaksi terhadapnya, red), banyak sekali eksportir Indonesia yang sumber energinya kotor. Perbankan Indonesia juga bisa dicap membiayai energi kotor karena portofolio batu baranya cukup besar.
Seluruh materi yang disajikan pada Kuliah Umum bertema Ekonomi Pasca Pandemi ini sangat menarik dan memicu para mahasiswa dan dosen untuk mengajukan berbagai pertanyaan. Bukan hanya mahasiswa dari Fakultas Ekonomi saja yang hadir, tapi juga mahasiswa dari seluruh Fakultas yang ada di Unizar, baik itu dari Fakultas Hukum, Fakultas MIPA, Fakultas Teknik, Fakultas Pertanian, maupun dari Fakultas Kedokteran. (Adi Prayuda/Humas)