email : mail@unizar.ac.id

Ketua Mahkamah Konstitusi RI Beri Kuliah Umum tentang Putusan Inkonstitusional Bersyarat di Gedung Teater Universitas Islam Al-Azhar

UNIZAR.AC.ID, Mataram – Civitas akademika Universitas Islam Al-Azhar (Unizar) kehadiran tamu istimewa pada pagi hari ini, Sabtu (26/11). Pasalnya, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (RI), Prof. Dr. H. Anwar Usman, S.H., M.H., hadir memberi kuliah umum kepada civitas akademika Fakultas Hukum (FH) Unizar. Kuliah umum dengan tema “Putusan Inkonstitusional Bersyarat sebagai Solusi Hyper Regulation di Indonesia” ini berlangsung di Gedung Teater Ahmad Firdaus Sukmono Unizar dan dihadiri tidak kurang dari 100 mahasiswa dan dosen FH Unizar.

Menghadirkan RI-9 untuk memberikan kuliah umum di sebuah Universitas tentu tidak mudah, apalagi kehadirannya bersama sang istri, Hj. Idayati Anwar Usman, yang merupakan adik kandung orang nomer 1 di Negeri ini. Civitas akademika Unizar patut berbangga karena mendapatkan kesempatan langka ini.

Penyambutan Ketua MK RI ini berlangsung di depan Gedung Rektorat Unizar dengan menampilkan para penari rudat. Tari rudat adalah tarian tradisional Suku Sasak, Lombok, sudah ada sejak abad ke-15, yang digunakan dalam acara penyambutan tamu dan acara-acara formal pemerintahan. Hadir mengalungkan kain tenun Sasak dalam rangkaian acara penyambutan Ketua MK RI dan istri di Unizar, yakni Wakil Rektor I Unizar, Dr. Drs. H. Sahar, S.H., M.M dan Wakil Rektor II Unizar, Siti Ruqayyah, S.Si., M.Sc.

Acara ini mendapat antusiasme yang tinggi dari berbagai institusi terkait. Turut hadir pada acara Kuliah Umum ini, yakni dari pihak Pengadilan Negeri Mataram: Muslih Harsono, S.H., M.H.; Sri Sulastri, S.H., M.H.; Farah Nurida, S.H.; dari pihak Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat: Dr. Ketut Sudira, S.H., M.H.; dari pihak Pengadilan PTUN Mataram: Anita Linda Sugiarto, S.T.P., S.H., M.H., serta beberapa hakim.

Khairul Aswadi, S.H., M.H selaku Ketua Panitia acara Kuliah Umum ini memaparkan bahwa tujuan diadakannya acara pada pagi hari ini adalah untuk meningkatkan kualitas lulusan Fakultas Hukum Unizar. Hal ini merupakan upaya Fakultas Hukum untuk berperan aktif dalam perkembangan ilmu hukum, khususnya dalam bidang hukum ketatanegaraan.

Persoalan negara hukum adalah potensi disharmonis regulasi yang mengakibatkan apa yang disebut Richard Susskind dalam Ibnu Sina Chandranegara sebagai hyper regulations atau istilah yang kemudian populer disebut obesitas hukum. Regulasi yang saling tumpang (dan tumbang) tindih ini merupakan faktor akut yang justru melahirkan ketidakpastian hukum.

Memulai sambutannya, sekaligus mewakili Rektor Unizar membuka Kuliah Umum ini, Dr. Drs. H. Sahar, S.H., M.M mengucap syukur atas kehadiran Ketua MK RI untuk memberi Kuliah Umum di Unizar, di tengah jadwal beliau yang begitu padat.

“Tidak disangka-sangka, atas ridho-Nya, kuliah umum ini bisa diisi oleh bapak kita yang mulia, Bapak Prof. Dr. H. Anwar Usman, S.H., M.H., dan bisa datang bersama Ibu, yang mana beliau sangat sibuk sekali dengan tugas-tugas di Jakarta. Namun, karena cintanya terhadap Unizar, beliau menyempatkan diri,” ucap Dr. Sahar.

Dr. Sahar pun mengharapkan kepada seluruh peserta untuk bisa mengikuti keseluruhan acara kuliah umum ini dengan penuh perhatian, mengingat tema yang diusung begitu penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan civitas akademika Unizar, khususnya terkait ilmu hukum.

“Saya harapkan kepada para mahasiswa, bila nanti ada hal-hal yang kurang jelas, mohon minta diperjelas. Karena telah hadir bersama kita saat ini, yaitu ahli hukum tata negara. Beliau yang bisa membatalkan Undang-Undang dan lain sebagainya, mungkin karena prosesnya yang kurang bagus, atau ada yang bertentangan dengan hak asasi manusia,” pungkas Wakil Rektor I Unizar ini.

Ketua MK RI, Prof. Dr. H. Anwar Usman, S.H., M.H. (kiri) dan Dekan FH Unizar, Dr. Ainuddin, S.H., M.H. (kanan) dalam acara Kuliah Umum yang digelar civitas akademika FH Unizar di Gedung Teater Unizar, pada Sabtu (26/11)

Dr. Ainuddin, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Unizar, sekaligus menjadi moderator pada acara kuliah umum ini memaparkan bahwa narasumber, Yang Mulia Prof. Dr. H.Anwar Usman, S.H., M.H., diketahui lahir di Bima pada 31 Desember 1956. Dari kecil hingga duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), beliau menghabiskan waktunya di Bima. Hingga setelah itu, beliau memutuskan untuk kuliah di Jakarta dan mengambil Jurusan Hukum di Universitas Islam Jakarta. Beliau melanjutkan program masternya, magister hukum, di STIH IBLAM Jakarta, dan untuk doktornya beliau tempuh di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Mengulas tentang kehidupan pribadinya, dari pernikahannya dengan almarhumah Hj. Suhada, beliau dikaruniai tiga orang anak, yakni Kurniati Anwar, Khairil Anwar, dan Sheila Anwar. Sebagai informasi, Hj. Suhada meninggal dunia pada 26 Februari 2021 dikarenakan sakit, kemudian sejak tanggal 26 Mei 2022, beliau resmi menikah dengan Hj. Idayati yang merupakan adik kandung dari Presiden Republik Indonesia saat ini, Ir. H. Joko Widodo.

Memulai Kuliah Umumnya, Prof. Anwar mengucapkan rasa syukur dan bangganya karena bisa mengunjungi Universitas Islam Al-Azhar didampingi langsung oleh istrinya, yang baru pertama kalinya menginjakkan kaki di Mataram.

“Saya merasa bersyukur dan bangga karena bisa mengunjungi Universitas Islam Al-Azhar didampingi langsung oleh istri saya, yang baru pertama kalinya menginjakkan kaki di Mataram, khususnya di Unizar. Jadi, keluarga besar Unizar, disamping didatangi langsung oleh Ketua MK, juga dihadiri oleh adik Presiden. Bukan saya sombong, tapi ini adalah sebuah fakta,” ujar Prof. Anwar.

Beliau juga menambahkan bahwa kehadiran seorang Ketua MK, atau Ketua Lembaga Tinggi Negara, memberi kuliah umum di sebuah Universitas, nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan kehadiran seorang Menteri, termasuk Menteri Pendidikan.

Dalam pemaparan kuliah umumnya, Prof. Anwar menjelaskan bahwa Mahkamah Konstitusi dihajatkan untuk menjadi The Guardians of The Constitution, yang pada akhirnya menjadi salah satu lembaga yang berperan dalam mengoreksi pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Berbagai putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan suatu Undang-Undang Inkonstitusional Bersyarat menjadi salah satu solusi dari kebutuhan hukum masyarakat tanpa harus melakukan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru, mengingat putusan MK bersifat final dan mengikat.

 

Narasumber, moderator, para tamu undangan, dan para peserta acara Kuliah Umum FH Unizar berfoto bersama di Gedung Teater Ahmad Firdaus Sukmono, pada Sabtu (26/11)

“Mahkamah Konstitusi diberi mandat oleh Undang-Undang Dasar 1945 untuk melaksanakan 5 (lima) kewenangan konstitusional, yaitu menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum, memberi pendapat kepada DPR terkait dengan pemakzulan Presiden dan Wakil Presiden RI. Kewenangan Konstitusional yang dimiliki MK tersebut pada dasarnya merupakan pengejawantahan prinsip check and balance yang bermakna bahwa setiap lembaga negara memiliki kedudukan yang setara, sehingga terdapat pengawasan dan keseimbangan dalam penyelenggaraan negara,” jelas Prof. Anwar.

Secara keseluruhan, kuliah umum yang diselenggarakan civitas akademika FH Unizar ini berlangsung dengan lancar hingga siang hari dan memicu para mahasiswa untuk mengajukan berbagai pertanyaan, termasuk juga terkait UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK. Pertanyaan lainnya dari mahasiswa FH Unizar terkait mana yang lebih utama antara keadilan dan kepastian hukum.

Narasumber mengungkapkan bahwa keadilan lebih utama daripada kepastian hukum. Adanya jaminan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam konstitusi merupakan salah satu ciri negara hukum. Jaminan atas HAM terdapat dalam Bab XA Pasal 28A – Pasal 28J UUD 1945. Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 telah pula ditegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum, sehingga adanya jaminan HAM merupakan sebuah keniscayaan dan penegasan terhadap keberadaan Indonesia sebagai negara hukum (rechtsstaat) dan bukan negara kekuasaan (machtsstaat). Selain itu, negara hukum juga mengandung ciri adanya perlindungan konstitusional atas hak-hak asasi tersebut, yang cara dan prosedurnya telah diatur dalam konstitusi. (Adi Prayuda/Humas)

Berita Terkait